Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing sebagaimana dirubah dengan PP No. 83 Tahun 2001 (“PP 83/2001”).
Pasal 8:
Memberikan dasar hukum kepada PT PMA yang sudah
berproduksi komersial untuk dapat
membeli saham perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal dalam
negeri dan/atau perusahaan yang didirikan bukan dalam rangka penanaman modal
asing ataupun penanaman modal dalam negeri melalui
pasar modal dalam negeri tanpa harus merubah status perusahaan.
Sedangkan Pasal
9 memberi dasar hukum kepada badan
hukum asing untuk dapat membeli saham perusahaan baik yang didirikan dalam
rangka PMA, atau PMDN maupun perusahaan yang didirikan bukan dalam rangka PMA
maupun PMDN yang belum atau telah berproduksi komersial melalui pasar modal
dalam negeri maupun pemilikan langsung dengan ketentuan bidang usahanya memang
terbuka untuk PMA pada saat pembelian tersebut tanpa merubah status perusahaan.
Pasal 9 ini bersifat ambigu, pembelian saham oleh
badan hukum asing diperbolehkan bahkan tanpa merubah status perusahaan yang
dibeli sehingga sering digunakan sebagai dasar hukum bagi perusahaan-perusahaan
non-PMA atau PMDN atau non PMA/PMDN yang sahamnya dibeli oleh badan hukum asing
pada saat itu untuk tidak melakukan perubahan status.
Walaupun demikian, menurut pendapat Penulis, setelah
Undang Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal (“UU Penanaman Modal”) diterbitkan, seharusnya ketentuan Pasal 9
tersebut menjadi tidak berlaku lagi karena bertentangan dengan prinsip UU
Penanaman Modal dimana prinsip utama dari penanaman modal asing adalah harus dalam
bentuk perseroan terbatas sehingga setelah UU Penanaman Modal diterbitkan,
pembelian saham oleh badan hukum asing wajib diikuti dengan perubahan status
perusahaan yang dibeli tersebut.
Lalu apakah pembelian saham yang dilakukan oleh PT PMA melalui pemilikan
langsung pada PT Non PMA/PMDN di Indonesia harus diikuti dengan perubahan
status perusahaan yang dibeli?
PP No. 83/2001 tidak mengatur mengenai hal ini.
Tidak ada ketentuan dalam PP N0. 83/2001 yang secara tegas mewajibkan
perusahaan yang dibeli sahamnya oleh PT PMA tersebut untuk merubah status perusahaan menjadi PT PMA. Sehingga SAH juga bila PT Non PMA/PMDN yang
sahamnya dibeli oleh PT PMA sebelum dikeluarkan Keputusan Kepala
BKPM No. 57/SK/2004 untuk tidak merubah status
perusahaannya.
Ketentuan Undang Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal (“UU Penanaman Modal”).
UU Penanaman Modal pun tidak mengatur secara
eksplisit mengenai hal ini. Namun UU Penanaman Modal mengatur bahwa penanaman
modal asing di Indonesia wajib dalam bentuk Perseroan Terbatas berdasarkan
hukum Indonesia dan berkedudukan Indonesia sehingga Penulis berpendapat bahwa supaya
tidak melanggar ketentuan ini maka tindakan badan hukum asing atau badan usaha
asing yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia baik dengan cara
mengambil bagian saham pada saat pendirian Perseroan Terbatas maupun pembelian
saham wajib diikuti dengan perubahan status PT yang dibeli tersebut.
Definisi Penanaman Modal Asing menurut UU Penanaman
Modal adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik
Indonesia yang dilakukan oleh Penanam
Modal Asing baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang
berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Sedangkan Penanam Modal Asing
didefinisikan sebagai perseorangan warga negara asing, badan usaha asing
dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah RI. Disinilah
celah hukum tersebut, tidak disebutkan bahwa PT PMA merupakan Penanam Modal Asing
dan apakah tindakan PT PMA membeli saham perusahaan Non PMDN/PMA merupakan
penanaman modal asing.
Dengan memperhatikan secara seksama definisi
Penanaman Modal Asing dan Penanam Modal Asing dalam UU Penanaman Modal sebagaimana
disebutkan diatas, seharusnya memang pembelian saham oleh PT PMA tersebut wajib diikuti dengan perubahan status PT yang dibeli tersebut menjadi PT PMA. Tetapi, mengenai kewajiban anak perusahaan PT PMA tersebut, tidak ada ketentuan tegas bagi anak perusahaan PT PMA untuk
merubah status menjadi PT PMA. Tindakan hukum yang dilakukan oleh PT PMA untuk
membeli saham PT Non PMDN/PMA seharusnya tidak serta merta mengakibatkan anak
perusahaan PT PMA harus merubah status menjadi PT PMA.
Kebijakan BKPM mengenai Kewajiban Merubah Status Anak Perusahaan Akibat
Tindakan PT PMA Membeli Saham Perusahaan Non PMDN/PMA
Pada tahun 2004, BKPM mengeluarkan Keputusan Kepala
BKPM No. 57/SK/2004 menyebutkan bahwa perusahaan PMDN atau Non PMDN/PMA yang
telah sah berbadan hukum yang sahamnya dibeli oleh perusahaan PMA dan atau
badan hukum asing dan atau warga negara asing, wajib mengajukan permohonan
perubahan status menjadi perusahaan PMA.
SK 57/2004 tidak mengatur mengenai kewajiban perubahan status bagi anak
perusahaan PT tersebut.
Pada tahun 2009, BKPM mengeluarkan peraturan BKPM
No.12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal
sebagai pengganti SK 57/2004 (“SK 12/2009”). SK 12/2009 ini memperkenalkan
konsep baru yaitu kewajiban pendaftaran terhadap penanam modal.
Pasal 23 Peraturan BKPM tersebut menyebutkan bahwa
perusahaan penanam modal dalam negeri yang tidak memiliki Izin Prinsip dan
belum memiliki Izin Usaha atau belum memiliki Izin Prinsip, akan melakukan
perubahan penyertaan dalam modal perseroan karena masuknya modal asing yang
mengakibatkan seluruh/sebagian modal perseroan menjadi modal asing, wajib
melakukan Pendaftaran penanaman modalnya sebagai akibat dari perubahan yang terjadi
ke PTSP BKPM. Lebih jauh, perusahaan penanam modal dalam negeri yang telah
memiliki Izin Prinsip atau Izin Usaha, akan melakukan perubahan penyertaan
dalam modal perseroan karena masuknya modal asing yang mengakibatkan
seluruh/sebagian modal perseroan menjadi modal asing, wajib mengajukan
permohonan Izin Prinsip atau Izin Usaha atas penanaman modalnya sebagai akibat
dari perubahan yang terjadi ke PTSP BKPM. Modal asing didefinisikan
sebagai modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing,
badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau
badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak
asing.
Tahun 2013, BKPM menghilangkan konsep pendaftaran
dan kembali pada konsep Izin Prinsip dan Izin Usaha. Peraturan BKPM No. 5 tahun
2013 yang mencabut Peraturan BKPM No. 12 tahun 2009 berisi penegasan mengenai
kewajiban bagi perusahaan penanam modal dalam negeri yang menjual sebagian atau
seluruh sahamnya kepada perorangan/badan usaha asing/perusahaan PMA untuk mendapatkan
Izin Prinsip. Untuk mendapatkan Izin Prinsip, perusahaan PMA tersebut wajib juga
melengkapi permohonannya dengan melampirkan daftar nama anak perusahaan PT PMA
tersebut. Segera setelah Izin Prinsip tersebut dikeluarkan oleh BKPM maka anak
perusahaan PT PMA tersebut juga diwajibkan untuk mengajukan Izin Prinsip
sebagai perusahaan penanaman modal asing.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan
diterbitkannya Peraturan BKPM No. 5 tahun 2013 ini maka sejak saat itu selain
kewajiban perubahan status terhadap PT Non PMDN/PMA yang sahamnya dibeli oleh
PT PMA, terdapat juga kewajiban bagi anak perusahaan PT PMA tersebut untuk
merubah status menjadi PT PMA. Mengingat asas umum hukum bahwa ketentuan
perundang-undangan tidak boleh berlaku surut maka JELAS ketentuan tersebut hanya berlaku terhadap tindakan yang
dilakukan setelah Peraturan BKPM No. 5 tahun 2013 ini diterbitkan dan tidak
berpengaruh terhadap status anak perusahaan PT PMA yang sebelumnya.
Peraturan BKPM No. 5 tahun 2013 ini menimbulkan banyak
dilema khususnya bila bidang usaha anak perusahaan tersebut tertutup bagi
perusahaan penanaman modal asing. Menurut Peraturan BKPM No. 5 tahun 2013, perusahaan
pemohon yang memiliki anak perusahaan dengan bidang usaha yang dinyatakan
tertutup bagi perusahaan penanaman modal asing wajib mengalihkan seluruh
sahamnya kepada perorangan warga negara Indonesia atau perusahaan penanaman
modal dalam negeri. Permohonan izin prinsip bagi anak perusahaan tersebut harus
diajukan paling lambat dalam jangka waktu 1 tahun sejak diterbitkan izin
prinsip bagi induk perusahaan.
4 komentar:
Lagi-lagi peraturan yang membingungkan, tapi setidaknya pasal 28 dari Perka BKPM terbaru ini menjelaskan ketentuan perubahan terhadap anak perusahaan.
Satu pertanyaan lama telah terjawab, timbul lah pertanyaan baru! Yaitu pasal 49 dan pasal 50 dari Perka BKPM terbaru ini. Perka BKPM sebelumnya tidak secara spesifik memisahkan antara perusahaan terbuka dan perusahaan tertutup, namun secara tiba-tiba Perka BKPM terbaru membuat pasal khusus yang juga membuat definisi tentang pemegang saham pengendali.
Perusahaan lokal/tertutup dapat menjadi perusahaan terbuka tanpa ada penanam modal asing, sehingga tidak memerlukan perizinan dari BKPM. Tapi apabila pemegang saham awal perusahaan tersebut terdilusi sehingga timbullah pemegang saham publik (kemungkinan asing) menjadi majority/controlling shareholder melalui pasar modal, apakah BKPM dapat memaksakan ketentuan tersebut? Lalu akankah BKPM meng-implementasikan juga DNI (negative list)?
Misteri memang belum berakhir.
hahaha..jawab ga ya...hahaha
Tambahan Informasi bro..
Pasal 49 dan 50 sudah dihapus di Perka BKPM no.12 Thn 2013
Mas Candra, numpang nanya ya.
Background:
perusahaan X (domisili di Malaysia) mempunyai client Y (domisili di Jakarta) dan merekrut karyawan Z (domisili di Jakarta) untuk memberikan jasa konsultasi pada client Y selama satu tahun.
Karyawan Z digaji dalam ringgit Malaysia.
perusahaan X tidak terdaftar sebagai Perseroan Terbatas di Indonesia.
1) apakah ini legal atau ilegal ?
2) mohon referensi undang-undang/hukum untuk poin 1)
Terima kasih
Posting Komentar